Photobucket
Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan

Selasa, 28 Oktober 2008

MAKALAH FIQIH TENTANG MUZARA'AH DAN MUKHABAROH

I. PENDAHULUAN
Apabila kita perhatikan kehidupan masyarakat Indonesia yang agraris. Praktik pemberian imbalan atAs jasa seseorang yang telah menggarap tanah orang lain masih banyak dilaksanakan pemberian imbalan ada yang cenderung pada praktek muzara’ah dan ada yang cenderung pada praktik mukhabarah. Hal tersebut banyak dilaksanakan oleh para petani yang tidak memiliki lahan pertanian hanya sebagai petani penggarap.
Muzara’ah dan mukhabarah ada Hadits yang melarang seperti yang diriwayatkan oleh (H.R Bukhari) dan ada yang membolehkan seperti yang diriwayatkan oleh (H.R Muslim).
Berdasarkan pada dua Hadits tersebut mudah – mudahan kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan oleh salah satu pihak, baik itu pemilik tanah maupun penggarap tanah




II. MUZARA’AH DAN MUKHABARAH
A. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah
Muzara’ah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah
Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
Munculnya pengertian muzara’ah dan mukhabarah dengan ta’rif yang berbeda tersebut karena adanya ulama yang membedakan antara arti muzara’ah dan mukhabarah, yaitu Imam Rafi’I berdasar dhahir nash Imam Syafi’i. Sedangkan ulama yang menyamakan ta’rif muzara’ah dan mukhabarah diantaranya Nawawi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Jauhari, Al Bandaniji. Mengartikan sama dengan memberi ketetntuan: usaha mengerjakan tanah (orang lain) yang hasilnya dibagi.


B. Dasar Hukum Muzara’ah Dan Mukhabaroh
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجِ قَالَ كُنَّااَكْثَرَاْلاَنْصَارِ حَقْلاً فَكُنَّا نُكْرِىاْلاَرْضَ عَلَى اَنَّ لَنَا هَذِهِ فَرُبَمَا أَخْرَجَتْ هَذِهِ وَلَمْ تُخْرِجْ هَذِهِ فَنَهَانَاعَنْ ذَلِكَ

Artinya :
Berkata Rafi’ bin Khadij: “Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya, kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah SAW. Melarang paroan dengan cara demikian (H.R. Bukhari)

عَنْ اِبْنِ عُمَرَاَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطِ مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ (رواه مسلم)
Artinya:
Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim)

C. Pandangan Ulama Terhadap Hukum Muzara’ah Dan Mukhabarah
Dua Hadits di atas yang dijadikan pijakan ulama untuk menuaikan kebolehan dan katidakbolehan melakukan muzara’ah dan mukhabarah. Setengah ulama melarang paroan tanah ataupun ladang beralasan pada Hadits yang diriwayatkan oleh bukhari tersebut di atas
Ulama yang lain berpendapat tidak ada larangan untuk melakukan muzara’ah ataupun mukhabarah. Pendapat ini dikuatkan oleh Nawawi, Ibnu Mundzir, dan Khatabbi, mereka mengambil alsan Hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas
Adapun Hadits yang melarang tadi maksudnya hanya apabila ditentukan penghasilan dari sebagian tanah, mesti kepunyaan salah seorang diantara mereka. Karena memang kejadian di masa dahulu, mereka memarohkan tanah dengan syarat dia akan mengambil penghasilan dari sebagian tanah yang lebih subur keadaan inilah yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam Hadits yang melarang itu, karena pekerjaan demikian bukanlah dengan cara adil dan insaf. Juga pendapat ini dikuatkan orang banyak.

D. Zakat Muzara’ah Dan Mukhabarah
Zakat hasil paroan sawah atau ladang ini diwajibkan atas orang yang punya benih, jadi pada muzara’ah, zakatnya wajib atas petani yang bekerja, karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, yang punya tanah seolah – olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan penghasilan sewaan tidak wajib dikeluarkan zakatnya
Sedangkan pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, maka zakat wajib atas keduanya, diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi


III. KESIMPULAN

Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
Dengan adanya praktek mukahbarah sangat menguntungkan kedua belah pihak. Baik pihak pemilik sawah atau ladang maupun pihak penggarap tanah.
Pemilik tanah lahannya dapat digarap, sedangkan petani dapat meningkatkan tarap hidupnya

DAFTAR PUSTAKA

H. Sulaeman Rasyid, Fiqih Islam, PT. Sinar Baru Algensindo, Bnandung, 1994
Drs. Suparta dkk. Materi Pokok Fiqih I, Universitas terbuka, 1992
DR. (He) Drs. H.S Sholahuddin, Fiqhul Islam, Biro Penerbit Jurusan Syariah STAIN Cirebon, 2000

Selengkapnya......

MAKALAH AGAMA ISLAM TENTANG KONSEP ISLAM TENTANG FITRAH, LINGKUNGAN DAN PENDIDIKAN

KONSEP ISLAM TENTANG FITRAH, LINGKUNGAN DAN PENDIDIKAN

1. Dasar-Dasar Kebutuhan Anak Untuk Memperoleh Pendidikan
Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati dapat dimengerti dari kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup di dunia ini.



Rasulullah SAW bersabda:
مَامِنْ مَوْلُوْدٍإِلاَّيُوْلَدُعَلَىاْلفِطْرَةِفَأَبَوَاهُ يُهُوِّدَانِهِ أَوْيُمَجِّسَانِهِ كَمَاتَنْتَحُ البَهِيْمَةُ جَمْعَاءُهَلْ تُحِسُّوْنَ مِنْ جَدْعَاءَ ,ثُمَّ يَقُوْلُ أَبُوْهُرَيْرَةَ, وَاقْرَءُوْاإِنْ شِئْتُمْ فِطْرَةَاللهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَالاَتَبْدِيْلَ لَخَلْقِ اللهِ ذلِكَ الدِّيْنُ اْلقَيِّمُ (رواه مسلم )
Artinya:

“Tiadalah seorang yang dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka akibat kedua orang tuanyalah yang me-Yahudikan atau men-Nasranikannya atau me-Majusikannya. Sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan sempurna, apakah kamu lihat binatang itu tiada berhidung dan bertelinga? Kemudian Abi Hurairah berkata, apabila kau mau bacalah lazimilah fitrah Allah yang telah Allah ciptakan kepada manusia di atas fitrahNya. Tiada penggantian terhadap ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus (Islam).”
(H.R Muslim)
Allah berfirman:
وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ شَيْأً (النحل:78)
Artinya:
“Tuhan itu melahirkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun.”
(QS. An Nahl:78)

Dari Hadits dan ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia itu untuk dapat menentukan status manusia sebagaimana mestinya adalah harus mendapatkan pendidikan. Dalam hal ini keharusan mendapatkan pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. Aspek Paedagogis
Dalam aspek ini para ahli didik memandang manusia sebagai animal educandum: makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataanya manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya binatang yang dapat dididik. Sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dressur, artinya latihan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak berubah.
Adapun manusia dengan potensi yang dimilikinya mereka dapat dididik dan dikembangkan ke arah yang diciptakan, setaraf dengan kemampuan yang dimilikinya.
Rasulullah SAW bersabda:
حَقُّ الوَالَدِ عَلَى اْلوَلَدِ أَنْ يُحْسِنَ اسْمَهُ وَأَدَبَهُ وَأَنْ يُعَلِّمَهُ اْلكِتَابَهَ وَالسِّبَاحَةَ وَالرِّمَايَةَ وَأَنْ لاَيَرْزُقَهُ إِلاَّطَيِّبًا وَأَنْ يُزَوِّجَهُ إِذَاأَدْرَكَ (رواه الحاكم)
Artinya:
”Kewajiban orang tua kepada anaknya adalah memberi nama yang baik, mendidik sopan santun dan mengajari tulis menulis, renang, memanah, membri makan dengan makanan yang baik serta mengawinkannya apabila iia telah mencapai dewasa.”
(HR. Hakim)
Islam mengajarkan bahwa anak itu membawa berbagai potensi yang selanjutnya apabila potensi tersebut dididik dan dikembangkan ia akan menjadi manusia yang secara fisik-fisik dan mental memadai.
b. Aspek Sosiologis dan Kultural
Menurut ahli sosiologi pada prinsipnya, manusia adalah homosocius, yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau memiliki gazirah (instink) untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makluk sosial manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial (social responsibility) yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik (inter relasi) dan saling pengaruh mempengaruhi antara sesama anggota masyarakat dalam kesatuan hidup mereka.
Allah berfirman:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمْ الذِّلَّةُ أَيْنَمَاثُقِفُوْآإِلاَّبِحَبْلٍ مِنَ اللهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ ...(ال عمران:112)
Artinya:
“Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia…”
(QS. Ali Imran: 112)
Apabila manusia sebagai makluk sosial itu berkembang, maka berarti pula manusia itu adalah makhluk yng berkebudayaan, baik moral maupun material. Diantara instink manusia adalah adanya kecenderungan mempertahankan segala apa yang dimilikinya termasuk kebudayaannya. Oleh karena itu maka manusia perlu melakukan transformasi dan transmisi (pemindahan dan penyaluran serta pengoperan) kebudayaannya kepada generasi yang akan menggantiikan dikemudian hari.
Allah berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَيُغَيِّرُمَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْامَابِأَنْفُسِهِمْ (الرعد: 11)
Artinya:
“…..sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka megubah keadaan yang ada pada mereka sendiri….”
(QS. Ar-Ra’d: 111)
c. Aspek Tauhid
Aspek tauhid ini adalah aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia itu adalah makhluk yang berketuhanan yang menurut istilah ahli disebut homo divinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut dengan homo religious artinya makhluk yang beragama. Adapun kemampuan dasar yang meyebabkan manusia menjadi makhluk yang berketuhanan atau beragama adalah karena di dalam jiwa manusia terdapat instink yang disebut instink religious atau gazirah diniyah (instink percaya kepada agama). Itu sebabnya, tanpa melalui proses pendidikan instink religious dan gazirah diniyah tersebut tidak akan mungkin dapat berkembang secara wajar. Dengan demikian pendidikan keagamaan mutlak diperlukan untuk mengembangkan instink religious atau gazirah Diniyah tersbut.
Allah berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ للدِّيْنِ حَنِيْفًاطَ فِطْرَتَ اللهِ الَّتِىْ فَطَرَالنَّاسَ عَلَيْهَاطَ لاَتَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ طَ ذلِكَ الدِّيْنُ اْلقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَالنّاسِ لاَيَعْلَمُوْنَ. (الروم: 30)
Artinya:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agam yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengeyahui.”
(QS. Ar-Rum: 30)
Selanjutnya apabila diperhatikan dan diperbandingkan secara teliti orang-orang dewasa dilingkungan kita ternyata kita saksikan adanya orang pandai yang bodoh, ada yang terampil dan ada yang malas, ada yang berbudi pekerti luhur dan yang rendah budi pekertinya, ada yang mengakui adanya Tuhan serta mengagungkan-Nya dan menyembah-Nya; ada yang tidak mengakui adanya Tuhan membangkan bahkan mengkhianati-Nya. Di samping adanya dua kutub yang berbeda teresebut tentunya ada pula yang sedang, yang kurang dari sedang atau yang lebih daripada sedang. Tetapi yang jelas anak wajib dibawa kepada pihak yang baik dan luhur, dijauhkan dari hal-hal yang buruk dan hina. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa mendidik anak adalah merupakan suatu hal yang mutlak dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab
Allah berfirman:
قُوْآأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا (التحريم: 6)
Artinya:
“Peliharalah dirimu dan keluargamau dar api neraka.”
(QS. At-Tahrim: 6)
Apabila pendidikan tidak ada, maka kemungkinan besar anak-anak akan berkembang ke arah yang tidak baik/buruk, seperti tidak mengakui Tuhan, budi pekertinya rendah, bodoh dan malas bekerja.
Keharusan adanya pendidikan bagi anak tersebut akan lebih nyata apabila mengamati kemampuan /perkembangan anak sesudah dialahirkan oleh ibunya sampai mencapai kedewasaannya dan kita bandingkan pula dengan anak hewan, anak manusia atau bayi lahir, badannya lemah sekali. Keaktifan perbuatan instink lemah sedikit sekali, ia hanya ia dapat menggerakan kaki dan tangannya, menangis dan sebentar lagi menetek. Keaktifan lain yang sudah siap sedia sebagai bekal hidupnya tidak tampak pada waktu ia lahir. Apabila sejak dilahirkan itu dibiarkan saja, tidak dirawat oleh ibunya atau orang lain, maka ia tidak dapat hidup. Selanjutnya sesudah ia dapat hidup perkembangan jasmaninya terlihat lambat sekali terutama bila dibandingkan dengan perkembangan badan anak hewan. Baru sesudah ia berumur + 1 tahun, anak itu dapat berjaan, sekalipun demikian bentuk badannya belum sama dengan badan orang dewasa.
Perbedaan dalam bidang kerohanian termasuk di dalam moral dan etika antara anak dengan orang dewasa lebih lanjut, begitupula kepandaian pengetahuan, aktifan dan kemampuan yang lainnya. Bahwa setiap orang dewasa dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara sendiri-sendiri seperti bercocok tanam, berdagang, menukang, mengabdikan tenaga jasmani serta rohaninya kepada orang lain baik secara resmi/Pemerintah atau melalui badan swasta dan lain-lain. Untuk kesemuanya itu sangat dibutuhkan adanya kemampuan, kecakapan dan keaktifan serta pengetahuan yang beraneka ragam sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masa atau lingkungannya
Untuk mendapatkan pengetahuan, kecakapan, keprigelan dan kemampuan tersebut anak perlu mendapatkan pendidikan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab atau pendidik. Berbeda dengan anak hewan, begitu ia lahir, induk dapat membiarkan anaknya tumbuh dan berkembang untuk memenuhi tugasnya sebagai hewan dewasa, karena hewan umumnya sudah diberi kelengkapan yang sudah memungkinkan untuk mencapai kedewasaan, yaitu instink yang dimilikinya.
Anak adalah makhluk yang masih membawa kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun rohani. Ia memiliki jasmani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, kekuatan maupun perimbangan bagian-bagiannya. Dalam segi rohaniah anak mempunyai bakat-bakat yang harus dikembangakan. Ia juga mempunyai kehendak, perasaan dan pikiran yang belum matang. Dismping itu ia mempunyai berbagai kebutuhan seperti kebutuhan akan pemeliharaan jasmani; makan, minum, dan pakain; kebutuhan akan kesempatan berkembang bermain-main, berolah raga dan sebagainya. Selain dari pada itu anak juga mempunyai kebutuhan rohaniah seperti kebutuhan akan ilmu pengetahuan duniawi dan keagamaan, kebutuhan akan pengertian nilai-nilai kemasyarakatan, kesusilaan, kebutuhan akan kasih sayang dan lain-lain. Pendidikan Islam harus membimbing, menuntun, serta memenuhi kebutuhan – kebutuhan anak didik dalam berbagai bidang tersebut di atas.
Menurut Al-Ghazali, bahwa anak adalah amanah Allah dan harus dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah. Semuanya yang dilahirkan ke dunia ini, bagaikan sebuah mutiara yang belum diukur dan belum berbentuk tapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang. Maka ketergantungan anak kepada pendidiknya termasuk kepada kedua orang tuanya, tampak sekali. Maka ketergantungan ini hendaknya dikurangi serta bertahap sampai akil balig.



Selengkapnya......

MAKALAH AGAMA ISLAM TENTANG ALAT-ALAT DALAM PENDIDIKAN ISLAM

ALAT-ALAT DALAM PENDIDIKAN ISLAM

1. Pengertian Metode Dan Alat Pendidikan Islam
Metode berasal dari bahasa latin “meta” yang berarti melalui idan “hodos” yang berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa arab metode disebut “Tariqah” artinya jalan, cara, sitem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengtur suatu cita-cita
Sedangkan pendidikan Islam yaitu bimbingan secara sadar dari pendidik (orang dewasa) kepada anak yang masih dalam proses pertumbuhannya berdasarkan norma-norma Islami agar berbentuk kepribadian menjadi kepribadian muslim.





Selanjutnya yang disebut metode pendidikan Islam disini adalah jalan, atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim.
Alat pendidikan Islam yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dengan demikian maka alat ini mencakup apa saja yang dapat digunakan termasuk di dalamnya metode pendidikan Islam.
Metode dan alat pendidikan Islam yaitu cara dan segala apa saja yang dapat digunakan untuk menuntun atau membimbing anak dalam masa pertumbuhannya agar kelak menjadi manusia berkepribadian muslim yang diridai oleh Allah. Oleh karena itu metode dan alat pendidikan ini harus searah dengan Al-Qur'an dan As-Sunah atau dengan kata lain tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur'an dan A-Sunah.

2. Pentingnya Metode Dan Alat Pendidikan Islam
Metode dan alat pendidikan Islam mempunyai peranan penting sebab merupakan jembatan yang menghubungkan pendidik dengan anak didik menuju kepada tujuan pendidikan Islam yang terbentuknya kepribadian muslim.
Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam ini dipengaruhi oleh seluruh faktor yang mendukung pelaksanaan pendidikan Islam ini. Apabila timbul permasalahan di dalam Pendidikan Islam, maka kita harus dapat mengklasifikasikan masalah yang kita hadapi itu ke dalam faktor-faktor yang ada. Apabila seluruh faktor telah dipandang baik terkecuali faktor metode alat ini, maka kitapun harus pandai memperinci dan mengklasifikasikan ke dalam klasifikasi masalah metode pendidikan yang lebih kecil dan terperinci lagi. Misalnya dalam segi apa dari masalah metode dan/atau alat apa? Memang masalah metode ini sangat penting, karena itulah Rasulullah mengajarkan kemampuan dan perkembangan anak didik.
Rasulullah SAW bersabda:
نَحْنُ مَعَاشِرَاْلأَنْبِيَاءِأُمِرْنَاأَنْ أَنْزَلَ النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ وَنُكَلِّمَهُمْ عَلَى قَدْرِعُقُوْلِهِمْ. (الحديث)
Artinya:
“Kami para Nabi, diperintahkan untuk menempatkan seseorang pada posisinya, berbicara kepada mereka sesuai dengan kemampuan akalnya.”
(Al-Hadits)
Dari Hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan dalam menyampaikan materi dan bahan pendidikan Islam kepada anak didik harus benar-benar disesuikan dengan keadaan dan kemampuan anak didik. Kita tidak boleh mementingkan materi atau bahan dengan mengorbankan anak didik. Sebaliknya, kita harus mengusahakan dengan jalan menyusun materi tersebut sedemikian rupa sesuai dengan taraf kemampuan anak, tetapi dengan cara serta gaya yang menarik.

3. Jenis-Jenis Metode Dan Alat Pendidikan Islam
Apabila umat Islam mau memperlajari pelaksanaan pendidikan Islam sejak jaman silam sampai sekarang ternyata para pendidik itu telah mempergunakan metode pendidikan Islam yang bermacam-macam, walaupun diakui metode yang digunakan ada kekurangannya.
Pada dasarnya Islam tidak menggariskan secara jelas mengenai metode pendidikan Islam ini, hal ini diserahkan kepada kaum muslimin untuk memilih metode mana yang cocok dan yang tepat untuk digunakan.
Islam menjelaskan bahwa ajaran dalam kitab suci ada dua macam yaitu yang sudah jelas nashnya dan belum jelas apa yang dimaksdu nash tersebut. Terhadap nash yang sudah jelas, maka umat Islam tinggal melaksanakannya. Sedangkan yang belum jelas maksudnya, manusia diperintahkan untuk mengkaji, meneliti dan berusaha untuk memecahkannya. Berkenaan dengan masalah itu Rasulullah SAW. Bersabda” Jika ada urusan agamamu, serahkanlah ia kepadaku. Jika ada urusan keduniaanmu, maka kamu lebih mengetahui akan urusan duniamu itu.” Berbagai macam ilmu sperti antropologi, psikologi, botani, ilmu kimia, kedokteran, teknologi, pendidikan dan lain sebagainya, adalah merupakan scientific yang dimiliki dan dikembangkan manusia. Kesemuanya menjadi wewenang manusia untuk mendalami, mengembangkan bahkan menemukan hal-hal baru yang selama ini belum ada tetapi yang perlu diingat agar pertemuan baru tersebut tidak boleh bertentangan dengan sumber pokok ajaran Islam yaitu Al-Qur'an dan Hadits Rasul.
Prinsip-prinsip lain yang dapat dijadikan dasar dalam pengembangan atau penggalian kesejahteraan hidup manusia di dunia yaitu sabda Rasul:
يَسِّرَاوَلاَتُعَسِّرَاوَلاَتُنَفِّرَا وَتَطَا وَعَاوَلاَتَخْتَلِفَ.


Artinya:
“Mudahkanlah, janganlah engkau persulit, berilah kabar-kabar yang menggembirakan dan jangan sekali-kali engkau memberikan kabar yang menyusahkan sehingga mereka lari menjauhkan diri darimu, saling taatlah kamu dan jangan berselisih yang dapat merenggangkan kamu.”
(Al-Hadits)

Dari Hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam menyelenggarakan kegiatan untuk kesejahteraan hidup manusia termasuk di dalamnya penyelenggaraan (metode) pendidikan Islam mendasarkan kepada prinsip:
a. Memudahkan dan tidak mempersulit
b. Menggembirakan dan tidak menyusahkan
c. Dalam memutuskan sesuatu hendaknya selalu memiliki kesatuan pandangan dan tidak berselisih paham yang dapat membawa pertentangan bahkan pertengkaran
Dalam suatu Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad Abu Daud, Tirmizi dan lain-lain dan Muaz disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyambut gembira terhadap sikap sahabatnya (Muaz) sewaktu beliau memanggil untuk diutus sebagai qadli ke Yaman. Rasulullah bersabda: “Kalau tidak kamu dapati baik dalam kitabullah maupun sunah Rasul?”
Muaz menjawab “Saya akan berijtihad (berusaha) dengan pikiran saya”. maka Rasulullah menepuk dada (karena girang) sambil berkata “Alhamdulillah, Tuhan telah memberi petunjuk utusan Tuhan kepada apa yang ridhoi Rasulullah).”
Dalam Al-Qur'an surat Al-Hasyr ayat 2 dikatakan:
فَاعْتَبِرُوْايَآأُولىِ اْلأَبْصَارِ (الحشر : 2)
Artinya:
“Maka ambilah itibar (pelajaran) wahai orang – orang yang mempunyai pandangan.”
Islam menganjurkan kepada umatnya agar mempunyai pandangan luas. Melihat dan menerima pendapat atau ilmu dari siapapun asalkan ilmu tersebut mendatangkan keuntungan dan kemanfaatan bagi kehidupan manusia dan ilmu tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Rasulullah SAW bersabda:
اُطْلُبِ العِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ



Artinya:
“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”
Kita semuanya mengetahui bahwa negara RRC, mayoritas adalah komunis walaupun diakui pula bahwa di daerah itu terdapat warga negara yang beragama Islam berjumlah + 80.000.000 jiwa dari jumlah seuruhnya yang berjumlah 800 juta jiwa. Tetapi dari Hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa Islam selalu menuntut umatnya untuk menuntut ilmu tanpa harus dibatasinya oleh agama, daerah dan subjek ilmu yang dipelajari.
Dari kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh umat Islam selama ini terutama di bidang pendidikan Islam ternyata mereka telah melaksanakan berbagai kegiatan antara lain:

a. Mendidik Dengan Cara Memberikan Kebebasan Kepada Anak Didik Sesuai Dengan Kebutuhan
Tindakan ini dilakukan berkat adanya sabda Nabi Muhammad SAW:
مَامِنْ مَوْلُوْدٍاِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ .... (رواه مسلم )
Artinya:
“Tidak seorangpun yang dilahirkan kecuali menurut fitrahnya.”
(HR Muslim)
Pemberian kebebasan itu tentunya mutlak (tidak terbatas) melainkan dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kebutuhan, sebab anak adalah masih dalam proses pertumbuhan dan belum memiliki kepribadian yang kuat, ia belum dapat memilih sendiri terhadap masalah yang dihadapi, karena ini memerlukan petunjuk guna memilih alternatif dari beberapa alaternatif yang ada.
Rasulullah SAW, bersabda:
مُرُواالصَّبِيَّ بِالصَّلاَةِ إِذَ ابَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ وَإِذَابَلَغَ عَشَرَ سِـنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
Artinya:
“Suruhlah anak-anakmu bersembahyang apabila ia telah berumur tujuh tahun dan apabila ia sudah berumur sepuluh tahun ia meninggalkan sembahyang itu maka pukul ia.”
(HR. Tirmizi)
Dari Hadits tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua (pendidik) harus dapat bersikap tegas sesuai dengan kebutuhan, yaitu bilamana kebebasan yang diberikan itu disalahgunakan seperti ia berbuat semaunya sendiri, sampai-sampai ia meninggalkan salat, maka pendidik harus berusaha keras untuk meluruskan perbuatan salat itu, jika diperlukan ia diperbolehkan memukul anaknya.
Cara mendidik demikian disebut:
طَرِيْقَةُ الدِّ مُقْرَاطِيَّةِ الضَّعِيْفِيَّةِ
Artinya:
“Metode pendidikan demokrasi yang luwes.”
Metode pendidikan ini menuntut kepada pendidik sekali waktu membiarkan anak didiknya untuk berkembang sesuai dengan fitrahnya, sekali waktu menguasai, mengawasi dan membatasi anak agar tidak terjerumus kepada perbuatan salah dan sekali waktu pula berada di tengah-tengah anak didik agar dapat memacu, menimbulkan semangat beramal, berlomba-lomba dalam mencari kebajikan.

b. Mendidik Anak Dengan Pendekatan Perasaan Dan Akal Pikiran
Setiap orang cinta dan sayang kepada anak keturunanya dan berusaha dengan segala kemampuannya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi orang yang baik dan berguna.
Karena itulah maka para Nabi dari zaman ke zaman selalu berdoa agar mereka dikaruniai anak yang saleh dan dapat melanjutkan perjuangannya.
Nabi Ibrahim As. Berdoa:
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ (الصافات : 100)
Artinya:
“Ya Tuhanku! Anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.”
(QS. As-Saffat: 100)
Menurut ajaran Islam, anak adalah amanah Tuhan kepada ibu bapak. Setiap amanah haruslah dijaga dan dipelihara, dan setiap pemeliharaan mengandung unsur kewajiban dan tanggung jawab terhadap pemeliharaan yang telah dilakukannya.
Hakikat dan fungsi amanah tentang pemeliharaan anak itu mengandung arti dan nilai yang lebih jauh lebih luas daripada amanah-amanah yang lainnya. Sebab di dalamnya terjalin dan melekat secara langsung kepentingan manusia, baik dilihat dari segi biologis maupun dari segi sosiologis.
Setiap orang tua, terbawa oleh pertalian darah dan turunan (biologis) dipertautkan oleh satu ikatan atau (unsur) yang paling erat dengan anaknya, yang tidak terdapat pada hubungan-hubungan yang lain. Hubungan itu disebut naluri (instink)
Tiap-tiap orang tua mempunyai naluri cinta dan kasih kepada anaknya. Cinta dan kasih itu adalah sedemikian rupa sehingga setiap orang tua dengan rela mengorbankan segala apa yang ada pada mereka untuk kepentingan anaknya.
Dilihat dari sudut sosiologisnya, orang tua berusaha supaya anaknya menjadi orang baik dalam masyarakat, dapat memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan mendatangkan manfaat kepada orang lain
Untuk menuntun anak agar tumbuh dan berkembang sebagaimana tersebut di atas, maka pendekatan yang dilakukan ialah dengan jalur akal emosi/perasaan.
Demikian pula pendidikan terhadap anak, baik dalam pendidikan formal, informal maupun non formal pendekatan yang lebih mengena dan lebih tepat yaitu secara akal dan perasaan. Metode pendidikan demikian itu di dalam bahasa arab disebut:
طَرِيْقَةُ اْلعِلْمِيَّةِ الشُّعُوْرِيَّةِ
Artinya:
Metode pendekatan yang mencakup akal. Dan perasaan secara sekaligus
Metode pendidikan ini menekankan segi pikiran yang tajam dan perasaan yang halus.

c. Mendidik Anaka Secara Informal
Islam memerintahkan kepada umatnya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi manusia yang saleh, taqwa kepada Allah dan hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Rasulullah bersabda:
اَلْزِمُوْاأَوْلاَدَكُمْ وَأَحْسِنُوْاأَدَبَهُمْ
Artinya:
“Perhatikanlah anak-anak kamu dan bentuklah budi pekertinya sebaik-baiknya.”
Allah berfirman:
يَآأَيُّهَاالًّذِيْنَ آمَنُوْاقُوْآأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِكُمْ نَارًاوَّقُوْدُهَاالنَّاسُ وَاْلحِجَارَةُ... (التحريم: 6)
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman : Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu……”
(OS. Attahrim: 6)
Pendidikan di dalam keluarga umumnya dilakukan secar informal yaitu pendidikan yang telah menggunakan perencanaan, kurikulum, jam pelajaran dan lain-lain, tetapi kesemuanya dilakukan dengan santai tanpa dibatasi oleh tempat maupun waktu, namun diharapkan keberhasilan pendidikan sesuai dengan yang dicita-citakan. Pada saat-saat tertentu metode ini sangat baik digunakan.



d. Mendidik Anak Secara Formal
Sejak permulaan perkembangan Islam, umat Islam telah menyelenggarakan pendidikan formal. Rasulullah sendiri seringkali mengajarkan wahyu yang diterimanya dari Allah (lewat malaikat Jibril) kepada para sahabat di rumah Arqam ibnu Arqam.
Pada waktu perang Badar ada beberapa orang musuh (kaum Quraisy) yang tertawan oleh kaum muslimin. Di antara tawanan itu banyak yang pandai membaca dan menulis. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada tawanan yang pandai tulis baca untuk menebus dirinya dengan mengajarkan tulis baca kepada 10 orang anak-anak Madinah. Setelah anak-anak itu pandai membaca dan menulis, mereka dibebaskan sebagai tawanan dan kembali ke negerinya. Sesudah itu umat Islam mengambangkan pendidikan formal dalam berbagai tingkat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak kaum muslimin. Dengan pendidikan formal ini membawa keuntungan yang sangat besar, sebab pendidikan menjadi lebih baik, sebab sasaran, materi yang diberikan dan tujuan yang hendak dicapai jelas. Dewasa ini pendidikan sudah semakin berkembang dan meluas baik dilaksanakn dengan sistem madrasah (klasikal) seperti madrasah. Madarasah Diniyah atau non klasikal (non madrasah) seperti pesantren. Dan lain sebaginya.
Ustadz Muhammad Said Ramadhan Al-Buwythi dalam bukunya yang berjudul Al-Manhajut tarbawi farid Fil quran, menyatakan bahwa ada 3 macam asas dasar yang dipakai Al-Qur'an untuk menamkan pendidikan, yaitu:
1. Mahkamah aqliyah, mengetuk akal pikiran untuk memecahkan segala sesuatu. Di dalam tingkat ini Al-Qur'an menyadarkan setiap akal manusia untuk memikirkan asal usul dirinya, mulai dari awal kejadiannya, kemudian perkembangannya baik fisik maupunn akal dan ilmunya ataupun mental spriritual. Sesudah itu dibawanya ke alam cakrawala yang luas terbentang ini, yang semuanya dengan menggunakan kata-kata yang dapat diikuti oleh orang-orang awam dan dapat dijadikan bahan penyelidikan secara ilmiah oleh para sarjana
Berhakim kepada akal dan ilmu, dengan menggunakan akal itu disebut dalam Al-Qur'an sampai 29 kali, pikiran 18x, ingatan (zikir) sampai 267x, pemikiran yang mendalam (fih) 20x dan ilmu sampai 800 x (termasuk khusus kata-kata ilmu 105x), sehingga berjumlah: 1.154 x, menurut manusia berhukum kepada akal dan ilmunya.
2. Al-Qisas Wat Tarikh, menggunakan cerita-cerita dan pengetahuan sejarah. Dengan mengemukakan berbagai cerita/peristiwa, dan membuka lembaran-lembaran sejarah di masa lampau, Tuhan mengajak manusia supaya bercermin kepada fakta dan data di masa dahulu itu untuk melihat dirinya, berbagai cerita yang disebut oleh Al-Qur'an menghidupkan sejarah-sejarah lama untuk memberanikan hat manusia untuk jaman yang dihadapnya dan masa-masa depan terbentang untuk diisi dengan pendidikan kepada anak-anak/pemuda-pemuda. Menemph jalan ini, yaitu cerita dan sejarah, lebih mudah meresapkan kepada anak mereka.

3. Al-Isarah Al Widaniyah memberikan perangsang kepada perasaan-perasaan. Membangkitkan rangsangan perasaan –perasaan, adalah jalan yang terpendek untuk menanamkan suatu karakter kepada anak-anak/pemuda-pemuda. Dan perasaan-perasaan itu terbagi kepada:
a) Peraaan pendorong, yaitu rasa gembira, harapan harat yang benar dan seumpamanya;
b) Peraaan penahan, yaitu rasa takut (berbuat kejahatan), rasa sedih (berbuat kedzaliman) dan seumpamanya dan
c) Perasdaan kekaguman, yaitu rasa hormat dan kagum, rasa cinta, rasa bakti dan pengabdian, dan lain sebagainya
Memberikan perangsang terhadap perasaan-perasaan ini menurut tempat dan waktunya yang tepat, menimbulkan kesan yang mendalam kepada anak-anak/pemuda-pemuda yang kita didik. Sebab itu sebagai Pendidik Tertinggi maka Tuhan menyebutkan dalam Surat Al-Fatah ayat 8 bahwa Nabi Muhammad adalah memiliki sifat utama, yaitu:
a) Syahidan (penggerak perasaan-perasaan)
b) Mubasysiran (pembaa berita gembira), dan
c) Naziran (pembawa peringatan untuk menahan dari kejahatan)
Menurut Muhammad Qutb di dalam bukunya Minhajut tarbiyah islamiyah menyatakan bahwa teknik atau metode pendidikan Islam itu ada 8 diataranya
1. Pendidkan melalui keteladanan
2. Pendidkan melalui nasihat
3. Pendidkan melalui hukuman
4. Pendidkan melalui cerita
5. Pendidkan melalui kebiasaan
6. Pendidkan melalui kekuatan
7. Pendidkan melalui kekosongan
8. Pendidkan melalui cerita cerita


Selengkapnya......

MAKALAH AGAMA ISLAM TENTANG ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

a. Aliran Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir itulah yang menentukan perkembangannya dalam kehidupan. Nativisme berkeyakinan bahwa pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaaan. Dengan demikian menurut mereka pendidikan tidak membawa manfaat bagi manusia. Karena keyakinannya yang demikian itulah maka mereka di dalam ilmu pendidikan disebut juga aliran Pesimisme Paedagogis. Tokoh aliran ini adalah Schopenhaeur seorang filosof bangsa jerman. Nativisme berasal dari kata dasar natus = lahir, nativius = kelahiran, pembawaaan





b. Aliran Emprisme
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh faktor lingkungan atau pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil
Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kearah yang baik atau kearah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidik-pendidiknya. Dengan demikian pendidikan diyakini sebagai sebagai maha kuasa bagi pembentukan anak didik. Karena pendapatnya yang demikian, maka dalam ilmu pendidikan disebut juga Aliran Optimisme Paedagogis. Tokoh aliran ini yaitu John Locke.
Empirisme. Berasal dari kata dasar empiri yang berarti pengalaman.

c. Aliran Konvergensi
Yang berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor pembawaan dan lingkungan. Kedua-duanya (pembawaan dan lingkungan) mempunyai pengaruh yang sama besar bagi perkembangan anak. Pendapat ini untuk pertama kalinya dikemukakan oleh William Stern. Pendapat ini semua bermaksud menghilangkan pendapat berat sebelah dari aliran nativisme dan empirisme dengan mengkombinasikannya. Pada mulanya pendapat ini diterima oleh banyak orang karena mampu menerangkan kejadian-kejadian dalam kehidupan masyarakat. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya banyak orang yang berkeberatan dengan pendapat tersebut dan mengatakan kalau perkembangan manusia itu hanya ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan, maka hal ini tak ubahnya kehidupan hewan. Sebab hewan itu pertumbuhannya hasil dari pembawaan dan lingkungan. Hewan hanya terserah kepada pembawaan keturunannya dan pengaruh-pengaruh lingkungannya. Perkembangan pada hewan seluruhnya ditentukan oleh kodrat, oleh hukum alam.
Sedangkan manusia berbeda dengan hewan disamping dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan, manusia aktif dan kreatif dalam mewujudkan perkembangan itu. Drs. M Ngalim Purwanto mengatakan dalam hal ini sebagai berikut:
“Manusia bukan hasil belaka dari pembawaan dan lingkungannya; manusia hanya diperkembangkan tetapi memperkembangkan dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk yang dapat dan sanggup memilih dan menentukan sesuatu yang mengenai dirinya secara bebas. Karena itulah ia bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya: ia dapat juga mengambil keputusan yang berlainan daripada yang pernah diambilnya. Proses perkembangan manusia tidak hanya ditentukan oleh faktor pembawaan yang telah ada pada orang itu dan faktor lingkungan yang mempengaruhi orang itu. Aktivitas manusia itu sendiri dalam perkembangan sendiri turut menentukan atau memainkan peran juga. Hasil perkembangan seseorang tidak mungkin dapat dibaca dari pembawaannya dan lingkungannya saja.

d. Pandangan Islam Tentang Keberhasilan Pendidikan
Islam menyatakan bahwa manusia lair di dunia membawa pembawaan yang fitrah. Fitrah ini berisi potensi untuk berkembang, profesi ini dapat berupa keyakinan beragama, prilaku untuk menjadi baik ataupun menjadi buruk dan lain sebagainya yang kesemuanya harus dikembangkan agar ia bertumbuh secara wajar sebagi hamba Allah.
Rasulullah SAW. Bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (الحديث)
Artinya:
“Semua anak dilahirkan membawa fitrah (bakat keagamaan), maka terserah kepada kedua orang tuanya untuk menjadikan beragama Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.”
Demikian pula Rasulullah SAW yang menasihati agar memilih wanita yang baik agar keturunan itu baik.
Rasulullah SAW bersabda:
تَخَيَّرُوْالِنُطَفِّكُمْ فَاءِنَّالعَرَقَ سَاسٌ (الحد يث)
Artinya
“Pilihlah untukmu benihmu karena keturunan itu dapat mencelupkan”
(Al Hadits)
Disamping keturunan juga menekankan kepada pendidikan dan usaha diri manusia untuk berusaha agar mencapai pertumbuhan yang optimal.
Allah berfirman:
قُوْآأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا... (التحريم : 6)
Artinya:
“Jagalah dirmu dan keluargamu dari api neraka”

Allah berfirman pula:
وَأَنْ لَيْسَ لِلاْءِ نْسَانِ إِلاَمَاسَعَى (النجم:39)
Artinya:
“Bahwa bagi manusia itu apa yang mereka usahakan.”
Dengan demikian menurut Islam perkembangan kehidupan manusia bahkan bahagia atau celakanya itu ditentukan oleh pembawaan. Lingkungan dan usaha (aktivitas) manusia itu sendiri dalam mengusahakan perkembangannya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ مَثَلَ جَلِيْسِ الصَّالِحِ وَاْلجَلِيْسِ السُّوْءِ كَحَامِلِ اْلمِسْكِ وَنَافِحِ اْلكِيْرِ.فَحَا مِلُ اْلمِسْكِ إِمَّاأَنْ يُهْدِيُكَ وَإِمَّاأَنْ تَتَّبِعَ مِنْهُ وَإِمَّاأَنْ تَجِدَمِنْهُ رِيْحًاطَيِّبَةً وَنَفِحُ اْلكِيْرِإِمَّاأَنْ يُحَرِّكَ ثِيَابَكَ وَإِمَّاأَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًامُذْتَنَهْ (متفق عليه)
Artinya:
“Sesungguhnya perumpamaan teman sepergaulan yang baik dan teman spergaulan yang jahat seperti pembawaan minyak wangi kasturi dan peniup dapur pandai besi. Adapun pembawa minyak wangi ksturi bisa jadi menghadihkannya kepadamu atau kamu membelinya atau (paling tidak) kamu mendapatkan wangi. Sedangkan peniup dapur tukang besi, bisa jadi ia menyebabkan bajumu terbakar atau (paling tidak) kamu mendapatkan bau busuknya.”


Selengkapnya......

MAKALAH AGAMA ISLAM TENTANG KEADAAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

KEADAAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Telah kita ketahui bahwa usha pendidikan Islam sama tujuannya dengan Islam itu sendiri, dan pendidikan Islam tidak terlepas dari sejarah Islam pada umumnya. Karena itulah, periodesasi sejarah pendidikan Islam berada dalam periode-periode sejarah Islam itu sendiri.



Pendidikan Islam tersebut pada dasarnya dilaksanakan dalam upaya menyahuti kehendak umat Islam pada masa itu dan pada masa yang akan datang yang dianggap sebagai kebutuhan hidup (need of life). Usaha yang dimiliki, apabila kita teliti atau perhatikan lebih mendalam, merupakan upaya untuk melaksanakan isi kandungan Al-Qur'an terutama yang tertuang pada surat Al-Alaq: 1-5. Sebagimana hanya Islam yang mula-mula diterima Nabi Muhammad SAW. Melalui Malaikat jibril di gua Hira. Ini merupakan salah satu contoh dari opersionalisasi penyampaian dari pendidikan tersebut.

Prof. Dr. Harudn Nasution, secara garis besar membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode, yaitu perode klasik, pertengahan, dan modern.
Selanjutnya, pembahasan tentang lintasan atau periode sejarah pendidikan Islam mengikuti penahapan perkembangan sebagai berikut:
1. Periode pembinaan pendidikan Islam, berlangsung pada masa nab Muhammad SAW. Selama lebih kurang dari 23 tahun, yaitu sejak beliau menerima wahyu pertama sebagai tanda kerasulannya sampai wafat.
2. Periode pertubuhan pendidikan, berlangsung sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Sampai dengan akhir kekuasaan Bani Umaiyah, yang diwarnai oleh penyebaran Islam ke dalam lingkungan budaya bangsa di luar bangsa Arab dan perkembangannya ilmu-ilmu naqli
3. Periode kejayaan pendidikan Islam, berlangsung sejak permulaan Daulah bani Abbasiyah sampai dengan jatuhnya kota Bagdad yang diwarnai oleh perkembangan secara pesat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam serta mencapai puncak kejayaannya.
4. Tahap kemuduran pendidikan berlangsung sejak jatuhnya kota Bagdad sampai dengan jatuhnya Mesir oleh Napoleon sekirat abad ke-18 M. yang ditandai oleh lemahnya kebudayaan Islam berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan dan peradaban manusia ke dunia Barat.
5. Tahap pembaharuan pendidikan Islam, berlangsungnya sejak pendudukan Mesir Oleh Napoleon pada akhir abad ke-18 M. sampai sekarang, yang di tandai oleh masuknya unsur-unsur budaya dan pendidikan modern dari dunia Barat ke dunia Islam.
Sementara itu, kegiatan pendidikan Islam di Indonesia lahir dan tumbuh serta berkembang bersamaan dengan masuk dan berkembangnya islam di Indonesia. Sesungguhnya kegiatan pendidikan Islam tersebut merupakan pengalaman dan pengetahuan yang penting bagi kelangsungan perkembangan Islam dan umat Islam, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolak ukur, bagaimana Islam dan umatnya telah memainkan perananya dalam berbagai aspek sosial, politik, budaya. Oleh karena itu, untuk melacak sejarah pendidikan Islam di Indonesia dengan periodisasinya, baik dalam pemikiran, isi, maupun pertumbuhan oraganisasi dan kelembagaannya tidak mungkin dilepaskan dari fase-fase yang dilaluinya.
Fase-fase tersebut secara periodisasi dapat dibagi menjadi;
1. Periode masuknya Islam ke Indonesia
2. Periode pengembangan dengan melalui proses adaptasi
3. Periode kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam (proses politik)
4. Periode penjajahan Belanda (1619 – 1942)
5. Periode penjajahan Jepang (1942 – 1945)
6. Periode kemerdekaan I Orde lama (1945 – 1965)
7. Periode kemerdekaan II Orde Baru/Pembangunan (1966- sekarang)



Selengkapnya......

MAKALAH FIQIH TENTANG INFAQ, SHADAQOH, HIBAH DAN HADIAH

INFAQ
a. Shadaqah
1. Pengertian Shadaqah dan Hukumnya
Shadaqah ialah pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, dEmgan mengharap ridha Allah semata. Dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut sedekah.
Hukum shadaqah ialah sunnat : hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT, sebagai berikut :
Artinya : "Dan bersedekahlah kepada Kami, sesungguhnya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang bersedekah" (Yusuf : 88)



Allah juga berfirman sebagai berikut :
Artinya : "Dan kamu tidak menafkahkan, m~/ainkan karena mencari keridhaan Allah dan sesuatu yang kamu belanjakan, kelak akan disempurnakan ba/asannya sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya". (QS. AI Baqarah : 272) /
Shadaqah merupakan salah satu amal shaleh yang tidak akan terputus pahalanya, seperti sabda Rasulullah SAW:
Artinya : "Apabila seseorang te/ah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali
tiga perkara, shadaqahjariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang selalu mendo'akan
kedua orang tuanya". (HR. Muslim)
Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang terdekat dahulu,
yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga terdekat, teman sejawat, dan seterusnya.

2. Rukun Shadaqah
Rukun shadaqah dan syaratnya masing-masing adalah sebagai berikut :
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk
mentasharrufkan ( memperedarkannya )
b. Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak syah memberi kepada.
anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada binatang, karena keduanya
tidak berhak memiliki sesuatu
c. Ijab dan qabul, ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi sedangkan qabul
ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian .
d. Barang yang diberikan, syaratnya barang yang dapat dijual
Perbedaan shadaqah dan infak, bahwa shadaqah lebih bersifat umum dan luas, sedangkan infak adalah pemberian yang dikeluarkan pad a waktu menerima rizki atau karunia Allah. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni tidak menentukan kadar, jenis, maupun jumlah, dan diberikan dengan mengharap ridha Allah semata.
Karena istilah shadaqah dan infak sedikit sekali perbedaannya, maka umat Islam lebih cenderung menganggapnya sama, sehingga biasanya ditulis infaq I shadaqah.
Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji (riya) atau dianggap dermawan, dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan, apalagi menyakiti hati si penerima. Sebab yang demikian itu dapat menghapuskan pahala shadaqah. Allah berfirman dalam surat AI Baqarah ayat 264 :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan ( paha/a) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti ( perasaan di penerima ), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia ..." (QS. AI Baqarah : 264)
b. Hibah
1. Pengertian dan Hukumnya
Menurut bahasa hibah artinya pemberian. Sedangkan menurut istilah hibah ialah pemberian . sesuatu kepada seseorang secara cuma-cuma, tanpa mengharapkan apa-apa. Hibah dapat disebutjuga hadiah.
Hukum hibah adalah mubah ( boleh ), sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut :
Artinya : "Dari Khalid bin Adi sesungguhnya Nabi SA W telah bersabda "siapa yang diberi kebaikan oleh saudaranya dengan tidak berlebih-Iebihan dan tidak karena diminta maka hendaklah diterima jangan ditolak. Karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan rizki yang diberikan oleh Allah kepadanya". (HR. Ahmad)
2. Rukun Hibah
Rukun hibah ada empat, yaitu :
a. Pemberi hibah ( Wahib )
b. Penerima hibah ( Mauhub Lahu ) c. Barang yang dihibahkan .
d. Penyerahan ( Ijab Qabul )
3. Ketentuan Hibah
Hibah dapat dianggap syah apabila pemberian itu sudah mengalami proses serah terima.
Jika hibah itu baru diucapkan dan belum terjadi serah terima maka yang demikian itu belum
termasuk hibah.
Jika barang yang dihibahkan itu telah diterima maka yang menghibahkan tidak boleh meminta
kembaJi kecuali orang yang memberi itu orang tuanya sendiri (ayah/ibu) kepada anaknya
C. Hadiah
1. Pengertian dan Hukumnya
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk mmnuliakan atau memberikan penghargaan. Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya agar saling memberikan hadiah. Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati antara sesama. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : "Hendaklah kalian saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling menyayangi " ( HR Abu Ya'la )
Hukum nadiah adalah boleh ( mubah ). Nabi sendiripun juga sering menerima dan memberi hadiah kepada sesama muslim, sebagaimana sabdanya:
Artinya: "Rasulullah SAWmenerima hadiah dan beliau selalu membalasnya". (HR. AI Bazzar)
2. Rukun Hadiah
Rukun hadiah dan rukun hibah sebenarnya sama dengan rukun shadaqah, yaitu :
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan yang berhak mentasyarrufkannya
b. Orang yang diberi, syaratnya orang yang berhak memiliki .
c. Ijab dan qabul
d. Barang yang diberikan, syaratnya barangnya dapat dijual
d. Hikmah dan Manfaat Shadaqah, Hibah dan Hadiah
1. Sebagai pernyataan rasa syukur kepada Allah SWT. yang diwujudkan dengan memberi sebagian harta kepada orang lain
2. Dapat menciptakan rasa kasih sayang, kekeluargaan dan persaudaraan yang lebih intim antara pemberi dan penerima



Selengkapnya......

MAKALAH FIQIH TENTANG SUJUD DI LUAR SHOLAT, TILAWAH, SYUKUR


SUJUD DI LUAR SHOLAT

1. Sujud Tilawah
a. Pengertian Sujud Tilawah.
Sujud tilawah ialah sujud yang dikerjakan pada saat membaca atau mendengar ayat-ayat "sajadah" dalam AI-Our'an. Menurut bahasa tilawah itu berarti bacaan.
Dari pengertian di atas, dapatlah dipahami bahwa sebab-sebqb sujud tilawah itu karena membaca atau mendengarkan ayat-ayat sajadah.
Di dalam AI-Our'an terdapat 15 ayat sajadah, yaitu :
1. QS. Al-A’raf (7) : 206
2. QS. Ar-Ra’du (13) : 15
3. QS. An-Nahl (16) : 49
4. QS. Isra (17) : 109
5. QS. Maryam (19) : 58
6. QS. Al-Hajj (22) : 18
7. QS. Al-Hajj (22) :77
8. QS. Al-Furqan (25) : 60
9. QS. An-Nami (27) : 26
10. QS. As-Sajdah (32) : 15
11. QS. Shaad (38) : 24
12. QS. Fushilat (41) /: 38
13. QS. An-Najm (53) : 62
14. QS. Al-Insyiqaq (84) : 21
15. QS. Al-Alaq (96) : 19

b. Hukum Melaksanakan Sujud Ti/awah
Sujud tilawah hukumnya sunnah, baik dikerjakan saat sedang shalat ataupun di luar shalat.
Rasulullah SAW. bersabda :
Artinya : "Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Nabi SA W. membaca ayat AI-Qur'an kepada kami, maka bi/a beliau membaca ayat "Assajdah" beliau bertakbir dan sujud, kemudian kami mengikuti sujud bersama beliau". (HR. Tirmidzi)

c. Syarat-syarat Sujud Tilawah
1. Suci dari hadats dan najis, baik badan, pakaian maupun tempat
2. Menutup aurat
3. Menghadap ke arah kiblat
4. Setelah mendengar atau membaca ayat sajdah
d. Rukun Sujud Tilawah
1. Niat (di dalam hati)
2. Takbiratullhram
3. Sujud
4. Duduk sesudah sujud (tanpa membaca tasyahud)
5. Salam
e. Keutamaan Sujud Tilawah
Keutamaan sujud tilawah ialah akan terhindar dari gangguan syetan dan akan mendapat
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Artinya: "Oari Abu Hurairah ra.: Nabi SAW. bersabaa: apabila seorang membaca ayat sajdah lalu ia sujud, maka syetan menghidar dan menangis serta berkata : Hai celakalah aku, ia diperintah bersujud lalusujud, maka untuknya surga. Sedangkan saya diperintah bersujud tetapi saya menolak, maka bagi saya neraka". (HR. Muslim)

f. Do 'a yang dibaca dalam sujud tilawah
Bacaan di dalam sujud tilawah ialah seperti yang telah dijelaskan dalam hadits Rasulullah
SAW. dari Aisyah ra. :
Artinya : "Aku sujud kepada Allah yang telah menciptakan dan membentuk diriku serta telah membukakan pendengaran dan penglihatanku dengan kekuasaan dan kekuatan-Nya. Maha Benar Allah, Oialah sebaik-baik pencipta".

g. Cara Melaksanakan Sujud Tilawah
1. Sujud tilawah di saat shalat
Jika mendengar atau membaca ayat sajdah dalam shalat, hendaklahsujud sekali, kemudian kembali berdiri meneruskan bacaan ayat tersebut dan meneruskan shalat. Namun apabila dalam shalat jama'ah makmum wajib mengikuti imam. Artinya jika imam membaca ayat sajdah lalu bersujud, maka makmum wajib ikut sujud. Tetapi jika imam tidak sujud, maka makmumpun tidak boleh sujud sendirian.
2. Sujud tilawah luar shalat
a. Menghadap kiblat
b. Niat dan takbir
c. Sujud (Hanya sekali)
d. Duduk setelah sujud
e. Salam

2. Sujud Syukur
a. Pengertian Sujud Syukur
Sujud syukur ialah sujud yang dikerjakan seseorang manakala memperoleh kenikmatan dari Allah SWT. atau terhindar dari suatu bahaya yang mengancam dirinya.
Sujud syukur ini merupakan tanda terima kasih seorang hamba kepada Allah SWT. atas nikmat yang telah diterimanya. Jadi sebab-sebabterjadinya sujud syukur ialahkarena memperoleh nikmat dari Allah SWT. atau karena terhindar dari bahaya yang mengancam dirinya.

b. Hukum Sujud Syukur
Hukum melakukan sujud syukur adalah sunnah. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya "Dari Abi Bakrah, bahwa Nabi SAW apabila mendapatkan sesuatu yang disenangi atau diberi kabar gembira, segeralah tuduk dan bersujud sebagai tanda syukur kepada Allah Ta'ala". (HR. Abu Daud, Ibnu Majjah dan Tirmidzi)

c. Cara Sujud Syukur
Gara melakukan sujud syukur sama dengan melakukan sujud tilawah, yaitu dengan satu kali sujud. Sujud syukur boleh dilakukan tanpa berwudhu, sebab sujud ini di luar shalat. Bahkan pada waktu mengerjakan sholat tidak diperbolehkan sujud syukur. Namun tentunya lebih baik bila melakukan selagi suci (berwudhu) sekalipun ini tidak termasuk sebagai syarat, karena sujud syukur lebih bersifat spontan atau segera.

d. Do’a Sujud Syukur
Bacaan do’a sujud syukur juga sama dengan sujud tilawah, tetapi boleh juga bacaan yang lain, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an.
Artinya : "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai : dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh". (OS. An-Naml : 19)

e. Contoh Beberapa peristiwa yang menyebabkan Rasul dan para sahabat melakukan sujud syukur.
1. Rasulullah SAW. sujud syukur ketika menerima surat tentang masuk Islamnya Hamadzan.
2. Ketika mendengar kematian Musailamah AI-Kadzab (Nabi pi:lIsu), Abu Bakar As-Shidiq melakukan sujud syukur.
3. Ali ra. sujud syukur ketika menemukan mayat Dzats Tsudaiyah di antara orang-orang Khawarij yang tewas terbunuh.
4. Ka'ab bin Malik sujud syukur ketika mendengar berita bahwa taubatnya diterima oleh Allah SWT.

f. Persamaan dan perbedaan antara sujud tilawah dan sujud syukur
 Persamaannya:
Saik sujud tilawah maupun sujud syukur hanya dilakukan sekali sujud saja.
 Perbedaannya: .
Sujud tilawah dapat dikerjakan di sa at shalat maupun di luar shalat, sedangkan sujud syukur hanya boleh dikerjakan di luar shalat dan tidak boleh melakukan sujud syukur di saat shalat. Sujud tilawah dikerjakan karena mendengar atau membaea ayat-ayat sajadah, sedangkan sujud syukur dikerjakan karena mendapat nikmat dari Allah SWT. atau karena terhindar dari bahaya yang menganeam dirinya.
g. Hikmah / manfaat sujud syukur
1. Akan memperoleh kepuasan dan ketentraman batin
2. Akan mendapat tambahan nikmat dari Allah
3. Akan terhindar dari siksa Allah SWT.


Selengkapnya......

MAKALAH PSIKOLOGI TENTANG MORAL DAN AGAMA ANAK

MORAL DAN AGAMA ANAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Moral berasal dari kata Latin “mos” (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan prinsip moral. Nilai-nilai moral itu seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, larangan berjudi, mencuri, berzina, membunuh dan meminum khamar. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.




Sejalan dengan perkembangan social, perkembangan moral keagamaan mulai disadari bahwa terdapat aturan-aturan perilaku yang boleh, harus atau terlarang untuk melakukannya. Aturan-aturan perilaku yang boleh atau tidak boleh disebut moral.
Proses penyadaran moral tersebut berangsur tumbuh melalui interaksi dari lingkungannya di mana ia mungkin mendapat larangan, suruhan, pembenaran atau persetujuan, kecaman atau atau celaan, atau merasakan akibat-akibat tertentu yang mungkin menyenangkan atau memuaskan mungkin pula mengecewakan dari perbuatan-perbuatan yang dilakukannya.
Dalam penulisan makalah ini akan dibahas bagaimana tahap dan tingkat perkembangan moralitas anak, hubungan antara perkembangan moral dan intelektual anak, perkembangan keagamaan anak, serta proses penghayatan keagamaan anak.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tingkat dan tahapan perkembangan moralitas anak?
2. Bagaimana hubungan antara perkembangan moral dan intelektual pada anak?
3. Bagaimana tahapan perkembangan penghayatan keagamaan anak?
4. Bagaimana proses pertumbuhan pengahayatan keagamaan pada anak?
C. Prosedur Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dalam makalah ini menggunakan prosedur sebagai berikut: mengumpulkan data tertulis dari sumber-sumber dan pendapat para tokoh untuk menjawab rumusan masalah, reduksi data dan menyimpulkan data.
D. Sistematika Uraian
Sistematika uraian makalah ini terdiri dari empat bagian, yaitu pertama, pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, prosedur pemecahan masalah dan sistematika uraian. Kedua, isi atau kajian teori dari perkembangan sosial anak berdasarkan beberapa buku sumber. Ketiga, kesimpulan dan implikasinya terhadap pendidikan
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN
A. Tingkat dan Tahapan Perkembangan Moralitas
Bayi tidak memiliki hirarki nilai dan suara hati. Bayi tergolong nonmoral, tidak bermoral maupun tidak amoral, dalam artian bahwa perilakunya tidak dibimbing nilai-nilai moral. Lambat laun ia akan mempelajari kode moral dari orang tua dan kemudian dari guru-guru dan teman-teman bermain dan juga ia belajar pentingnya mengikuti kode-kode moral.
Belajar berperilaku moral yang diterima oleh sekitarnya merupakan proses yang lama dan lambat. Tetapi dasar-dasarnya diletakkan dalam masa bayi dan berdasarkan dasar-dasar inilah bayi membangun kode moral moral yang membimbing perilakunya bila telah menjadi besar nantinya.
Karena keterbatasan kecerdasannya, bayi menilai besar atau salahnya suatu tindakan menurut kesenangan atau kesakitan yang ditimbulkannya dan bukan menurut baik dan buruknya efek suatu tindakan terhadap orang lain. karena itu, bayi menganggap suatu tindakan salah hanya bila ia merasakan sendiri akibat buruknya. Bayi tidak memiliki rasa bersalah karena kurang memiliki norma yang pasti tentang benar dan salah. Bayi tidak merasa bersalah kalau mengambil benda-benda milik orang lain karena tidak memiliki konsep tentang hak milik pribadi.
Bayi berada dalam tahap perkembangan moral yang oleh Piaget (Hurlock, 1980) disebut moralitas dengan paksaan (preconventional level) yang merupakan tahap pertama dari tiga tahapan perkembangan moral. Tahap ini berakhir sampai usia tujuh sampai delapan tahun dan ditandai oleh kepatuhan otomatis kepada kepatuhan otomatis kepada aturan-aturan tanpa penalaran atau penilaian.
Apabila awal masa kanak-kanak akan berakhir, konsep moral anak tidak lagi sesempit dan sekhusus sebelumnya, anak yang lebih besar lambat laun memperluas konsep social sehingga mencakup situasi apa saja, lebih daripada hanya situasi khusus. Di samping itu, anak yang lebih besar menemukan bahwa kelompok sosial terlibat dalam berbagai tingkat kesungguhan pada pelbagai macam perbuatan. Pengetahuan ini kemudian digabungkan dalam konsep moral
Menurut Piaget, antara usia lima dan dua belas tahun konsep anak mengenai keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah, yang dipelajari dari orang tua, berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Jadi menurut Piaget, relativisme moral menggantikan moral yang kaku. Misalnya bagi anak lima tahun, berbohong selalu buruk, sedangkan anak yang lebih besar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong dibenarkan, dan oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk.
Kohlberg memperluas teori Piaget dan menamakan tingkat kedua dari perkembangan moral akhir masa kanak-kanak sebagai tingkat moralitas konvensional (conventional level) atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari tingkat ini yang disebutkan Kohlberg moralitas anak baik, anak mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang baik. Dalam tahap kedua, Kohlberg mengatakan bahwa kalau kelompok social menerima peraturan-peraturan yang sesuai bagi semua anggota kelompok, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari penolakan kelompok dan celaan.
Tahap perkembangan ketiga, moralitas pasca konvensional (postconventional). Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
B. Hubungan Perkembangan Moralitas dengan Intelektual
Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik dimana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang yang benar dan salah. Ia juga tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti peraturan-peraturan karena tidak mengerti manfaatnya sebagai anggota kelompok social.
Karena tidak mampu mengerti masalah standar moral, anak-anak harus belajar berperilaku moral dalam berbagai situasi yang khusus. Ia hanya belajar bagaimana bertindak tanpa mengetahui mengapa. Dan karena ingatan anak-anak, sekalipun anak-anak sangat cerdas, cenderung kurang baik, maka belajar bagaimana berperilaku social yang baik merupakan proses yang panjang dan sulit. Anak-anak dilarang melakukan sesuatu pada suatu hari, tetapi pada keesokan harinya atau dua hari sesudahnya mungkin ia lupa. Jadi anggapan orang dewasa sebagai tindakan tidak patuh seringkali hanyalah merupakan masalah lupa.
Menurut Conger, terdapat hubungan yang sangat erat antara perkembangan kesadaran moralitas dengan perkembangan intelektual. Ia menunjukkan bahwa tiga level perkembangan kesadaran moral itu sejalan dengan periode perkembangan kognitif dari Piaget.
Selanjutnya Hurlock menjelaskan bahwa anak yang mempunyai IQ tinggi cenderung lebih matang dalam penilaian moral daripada anak yang tingkat kecerdasannya lebih rendah, dan anak perempuan cenderung membentuk penilaian moral yang lebih matang daripada anak laki-laki.
C. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah Swt, adalah dia dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya. Dengan kata lain, manusia dikaruniai insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, manusia dijuluki sebagai “Homo Devinans” dan “Homo religious” yaitu makhluk yang bertuhan dan beragama.
Dengan kehalusan dan fitrah tadi, pada saat tertentu, sesorang setidak-tidaknya pasti mengalami, mempercayai bahkan meyakini dan menerimanya tanpa keraguan, bahwa di luar dirinya ada suatu kekuatan yang Maha Agung yang melebihi apapun termasuk dirinya. Penghayatan seperti itulah oleh William James (Gardner Murphy,1967) disebut sebagai pengalaman religi atau keagamaan (the existence of great power) melainkan juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata hidup manusia dan alam semesta raya ini. Karenanya, manusia memenuhi aturan itu dengan penuh kesadaran, ikhlas disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual baik secara ritual maupun kolektif, baik secara simbolik maupun dalam bentuk nyata dalam hidup sehari-hari.
A. Tahapan Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan volisional (konatif), mengalami perkembangan. Para ahli sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapannya adalah sebagai berikut :
a. Pertama. Masa Kanak-kanak (sampai tujuh tahun). Tanda-tandanya sebagai berikut :
(1) Sikap keagaman reseptif meskipun banyak bertanya
(2) Pandangan ke-Tuhanan yang anthromorph (dipersonifikasikan)
(3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegiatan ritual.
(4) Hal ke-Tuhanan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf kemampuan kognitifnya yang masih bersifat egosentric (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya)
b. Kedua. Masa Anak Sekolah
(1) Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian
(2) Pandangan dan faham ke-Tuhanan diterangkan secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari eksistensi dan keagungan-Nya.
(3) Penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
c. Ketiga. Masa remaja (12-18 tahun) yang dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan, adalah sebagai berikut :
(1) Masa remaja awal dengan tanda antara lain sebagai berikut :
(a) Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hypocrit yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu sama dengan perbuatannya.
(b) pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
(c) Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan penuh kepatuhan.
(2) Masa remaja akhir yang ditandai antara lain ;
(a) sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelang dewasa;
(b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
(c) Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik dari yang tidak baik. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup di dunia ini.
B. Proses Pertumbuhan Penghayatan Keagamaan
Para ahli juga sependapat bahwa meskipun tahapan proses perkembangan seperti di atas juga merupakan gejala yang universal, namun terdapat variasi yang luas, pada tingkat individual maupun tingkat kelompok tertentu. Peranan lingkungan sangat penting dalam pembinaan penghayatan keagamaan ini.
Dalam ajaran agama dijelaskan bahwa pada dasarnya manusia itu baik dan memiliki potensi beragama, maka keluarganyalah yang akan mewarnai perkembangan agamanya itu. Keluarga hendaknya menciptakan lingkungan psikologis yang mendukung pembentukan karakter anak dalam menjalankan ajaran agamanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bayi berada dalam tahap perkembangan moral yang oleh Piaget (Hurlock, 1980) disebut moralitas dengan paksaan (preconventional level) yang merupakan tahap pertama dari tiga tahapan perkembangan moral. Kohlberg memperluas teori Piaget dan menamakan tingkat kedua dari perkembangan moral akhir masa kanak-kanak sebagai tingkat moralitas konvensional (conventional level) atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari tingkat ini yang disebutkan Kohlberg moralitas anak baik, anak mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang baik. Tahap perkembangan ketiga, moralitas pasca konvensional (postconventional). Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
perkembangan penghayatan keagamaan dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapannya adalah sebagai berikut :
b. Pertama. Masa Kanak-kanak (sampai tujuh tahun). Tanda-tandanya sebagai berikut :
(1) Sikap keagaman reseptif meskipun banyak bertanya
(2) Pandangan ke-Tuhanan yang anthromorph (dipersonifikasikan)
(3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam)
(4) Hal ke-Tuhanan secara ideosyncritic yang masih bersifat egosentric (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya)
b. Kedua. Masa Anak Sekolah
(1) Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian
(2) Pandangan dan faham ke-Tuhanan diterangkan secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari eksistensi dan keagungan-Nya.
(3) Penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
c. Ketiga. Masa remaja (12-18 tahun) yang dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan, adalah sebagai berikut :
(1) Masa remaja awal dengan tanda antara lain sebagai berikut :
(a) Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hypocrit yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu sama dengan perbuatannya.
(b) pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
(c) Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan penuh kepatuhan.
(2) Masa remaja akhir yang ditandai antara lain ;
(a) sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelang dewasa;
(b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
(c) Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik dari yang tidak baik. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup di dunia ini.
B. Implikasi Terhadap Pendidikan
Dengan memahami perkembangan moral keagamaan anak diharapkan bagi para pendidik untuk dapat berupaya secara optimal membantu mengembangkan potensi moral dan keagamaan anak. Karena, semakin banyak pengetahuan tentang moral keagamaan anak, maka akan semakin baik kita membimbing moral dan keagamaan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Havighurst, R. J. (1972). Developmental Tasks and Education. New York. Mac kay
Hurlock, Elizabeth. (2002). Psikologi Perkembangan ; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Peterson, Candida. ( 1996 ). Looking Forward Through The Lifespan; Developmental Psychology. Australia : Prentice Hall.
Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Syamsudin, Abin M. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda Karya.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda Karya.

Selengkapnya......

MAKALAH PSIKOLOGI TENTANG MORAL DAN AGAMA REMAJA

MORAL DAN AGAMA REMAJA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapam social tanpa terus dibimbing,diawasi didororng dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.



Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah "Perkembangan Moral dan Keagamaan Remaja" dapat dirumuskan sebagai berikut:
1). Bagaimana perkembangan moral remaja?
2). Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan moral remaja?
3). Bagaimana pula perkembangan keagamaan remaja?
C. Prosedur Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yaitu langkah-langkah yang ditempuh dengan pendekatan Metode Library Research (kepustakaan) yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
D. Sistematika pembahasan
Makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu pertama pendahuluan meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, proses pemecahan masalah dan sistematika pembahasan itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Moral Remaja
Istilah moral berasal dari kata Latin "mos" (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1. Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu:
1). Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
2). Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominant.
3). Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode social dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
4). Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5). Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1). Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2). Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3). Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Perkembangan moral adalah salah satu topic tertua yang menarik minat mereka yang ingin tahu mengenai sifat dasar manusia. Kini kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat di terima, tingkah laku etis dan tidak etis, dan cara-cara yang harus dilakukan untuk mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis kepada remaja.
Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori Psikoanalisis tentang perkembangan moral menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan "benar" atau "salahnya" sesuatu.
Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawabdari perbuatan-perbuatannya.
B. Perkembangan Keagamaan Remaja.
Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia.
Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-sikap danpraktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan.
Dari sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya.
Dari sudut pandangan social, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.
Penemuan lain menunjukkan, bahwa sekalipun pada masa remaja banyak mempertanyakan kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya kembali lagi kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua puluhan dan awal tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua, kembali melakukan praktek-praktek yang sebelumnya mereka abaikan (Bossard dan Boll, 1943).
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaiman dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bias memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka pada masa remajamereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh perekembangan kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini.
Dalam suatu studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif Piaget, ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3, yaitu formal operational religious thought, di mana remaja memperlihatkann pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis. Peneliti lain juga menemukan perubahan perkembangan yang sama, pada anak-anak dan remaja. Oser & Gmunder, 1991 (dalam Santrock, 1998) misalnya menemukan bahwa remaja usia sekitar 17 atau 18 tahun makin meningkat ulasannya tentang kebebasan, pemahaman, dan pengharapan konsep-konsep abstrak ketika membuat pertimbangan tentang agama.
Apa yang dikemukakan tentang perkembangan dalam masa remaja ini hanya merupakan cirri-ciri pokoknya saja.
James Fowler (1976) mengajukan pandangan lain dalam perkembangan konsep religius. Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan religius mereka. Sebelumnya mereka mengandalkan semuanya pada keyakinan orang tuanya.
Salah satu area dari pengaruh agama terhadap perkembangan remaja adalah kegiatan seksual. Walaupun keanakaragaman dan perubahan dalam pengajaran menyulitkan kita untuk menentukan karakteristik doktrin keagamaan, tetapi sebagian besar agama tidak mendukung seks pranikah.
Oleh karena itu, tingkat keterlibatan remaja dalam organisai keagamaan mungkin lebih penting dari pada sekedar keanggotaan mereka dalam menentukan sikap dan tingkah laku seks pranikah mereka. Remaja yang sering menghadiri ibadat keagamaan dapat mendengarkan pesan-pesan untuk menjauhkan diri dari seks.
Remaja masa kini menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting dalam kehidupan. Minat pada agama antara lain tampak dengan dengan membahas masalah agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama di sekolah dan perguruan tinggi, mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti berbagai upacara agama.
Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual disamping emosional dan volisional (konatif) mengalami perkembangan.
Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1). Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai berikut:
a) Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya.
b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
c) Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic(diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
2). Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikyut ini:
a) Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelanh dewasa.
b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
c) Penghayatan rohaniahnya kembali tenanh setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.
Menurut Wagner (1970) banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari rangsangan emosial dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya secara begitu saja. Mereka meragukan agama bukan karena ingin manjadi agnostik atau atheis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3). Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, Ani, 2006, Psikologi Perkembangan, Ciputat : Press Group
Desmita, 2007. Psikologi Perkembangan, Bandung : Rosda Karya
Fatimah Enung, 2006. Psikologi Perkembangan, Bandung : Pustaka Setia
Hamalik Oemar, 1995. Psikologi Remaja (dimensi-dimensi perkembangan), Bandung: Maju Mundur
Hartati Netty, 2004. Islam dan Psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hurlock, Elizabeth B. 1980, Psikoilogi Perkembangan, New York: McGraw-Hill, Inc.
Nurihsan, Juntika, 2007. Perkembangan Peserta Didik, Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI
Panuju, Panut, 1999, Psikologi Remaja, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya
Santrock, John W., 1996, Adolescence (Perkembangan Remaja), The University of at Dallas: Times Mirror higher Education
Santrock, John W, 1983, Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup), University of Texas at Dallas: Brown and Bench-mark
Yusuf, Syamsu, 2007, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosda Karya



Selengkapnya......

MAKALAH FIQIH TENTANG BIMBINGAN QURBAN

BIMBINGAN QURBAN

A. ARTI QURBAN
1. Menurut Bahasa
Qurban adalah pendekatan diri kepada Allah SWT
2. Menurut Syara
Qurban adalah nama sembelihan hewan ternak pada hari Idul Adlha dan Hari Tasyrik




B. HUKUM QURBAN
Hukum Qurban terbagi 2, yaitu:
1. Sunah Muakad (Sunah Kipayah) yakni sunah yang dikukuhkan dan hanya cukup satu kali. Dasar berqurban hanya karena mampu.
2. Wajib yakni keharusan berqurban karena atas dasar adanya Nadzar, baik nadzar hakikat atau nadzar hukum. Seperti mengucapkan:
“Saya akan berqurban apabila saya
sehat:, atau “Saya nadzarkan kambing ini hanya untuk qurban.”

C. DASAR TUNTUNAN QURBAN
1. Firman Allah:
فَصَلِّ لِرَبِكَ وَانْحَرَ (الكوثر:2)
Artinya: Maka Solatlah karena Tuhanmu dan berqurbanlah (QS. Al Kautsar : 2)
ولكلّ امةجعلنامنسكاليدكروااسم الله علي مارزقهم من بهيمة الانعام ( )

Artinya : Dan Kami jadikan sembelihan untuk seluruh umat supaya bisa berdzikir kepada Allah atas rizki yang telah diberikan kepada mereka daripada hewan-hewan ternak (QS. )

2. Dasar Hadits:
وخبر الترمذي عن عائشة رضي الله عنهاانّ النبي صلىّ الله عليه وسلم قال:ماعمل ابن ادم يوم النّحرمن عمل احبّ الي الله تعالي من اراقة الدّم انّها لتاتي يوم القيامة بقرونها واظلا فيها وانّ الدّّم ليقع من الله بمكان قبل ان يقع من الارض فطيّبوا بهانفسا.
Khabar Turmudzi dari Aisyah RA : “ Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, bersabda: tidak ada amalan yang dikerjakan oleh ibnu Adam pada hari Idul Qurban yang lebih dicintai Allah SWT. Selain dari pada mengalirkan darah (qurban). Sungguh yakin, hewan qurban pasti datang menjemput tuannya pada hari kiamat dengan tanduk dan sepatunya. Dan sesungguhnya darah sembelihan qurban yakni akan tiba disisi Allah sebelum menetes ke bumi, oleh karena itu relakan jiwamu dengan qurbanmu.

3. Dasar Qaol Ulama
Dalam kitab Syarqowi disebutkan:
عظموا ضحايكم فانّها علي الصراط مطاياكم

“Besarkan, agungkan qurbanmu maka sesungguhnya qurban itu sebagai kendaraan bagimu atas jembatan menuju Syurga (Syiroth).
D. ADAPUN ORANG YANG DITUNTUT UNTUK BERQURBAN ADALAH:
1. Beragam Islam 3. Merdeka
2. Baligh dan berakal 4. Mampu

E. KETENTUAN CUKUP UNTUK BERQURBAN
a. Hewan-Hewan : - Unta yang berumur 5 tahun memasuki tahun ke 6
- Sapi yang berumur 2 tahun memasuki tahun ke 3
- kambing (domba / kambing jawa) telah berumur 2 tahun dan sudah tanggal (pulak) gigi.
Dan ketiga hewan tersebut cukup jadi qurban apabila tidak ada satu kecacatan, seperti: picak, pincang, sakit atau kurus.
b. Penyembelihan dilakukan pada tanggal 10, 11, 12, 13 Dzulhijjah
c. Berqurban didasari niat karena Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya
d. Qurban kambing cukup untuk 1 orang, sapi dan unta untuk 7 orang.

F. HUKUM MAKAN DAGING QURBAN
1. Jawaz (boleh) Bagi orang yang berqurban dengan dasar sunah kifayah dengan memakan (1/3) dari daging qurban dengan tujuan mendapat keberkahan
2. Haram bagi orang yang berqurban dengan dasar nadzar baik nadzar hakikat ataupun nadzar hukum, memakan daging qurban tersebut.

KAIFIYAH MEMOTONG HEWAN QURBAN

A. Bacaan – Bacaan
1. Membaca basmalah, sholawat, takbir, sekaligus membaca do’a qurban bagi dirinya atau orang lain
اللهم انّ هذه اضحية...........بن/ بنت............ فتقبلهامنّي اسمي ....... / منه اسمه ....../ منهااسمها........ ياكريم اللهم اجعلها فداء لى / له / لهامن النّاروسترالى / له/ لها من النّار وبراة لى / له / لها من النّار, ربنااتنا فى الدّنياحسنة وفىالاخرة حسنة وقناعذاب النّار. وصلّى الله على سيّد نا محمّد و على اله وصحبه وسلّم والحمدلله ربّ العالمين. امين.
B. Posisi Kambing
1. Keadaan kambing menyendeh dan kepala ke sebelah utara serta ditenggakan ke atas
2. Potongan leher sebaiknya jangan terlalu dekat pada kepala dan jangan sampai putus

C. Alat Pemotong
1. Dengan golok yang tajam dan sejenisnya
2. Golok tidak boleh diangkat sebelum yakin telah sempurna memotong


Selengkapnya......

MAKALAH TARIKH HAJI WADA’ DAN AKHIR HAYAT RASUL

HAJI WADA’ DAN AKHIR HAYAT RASUL

A. Haji Wada’
Pada bulan zulhijjah tahun 10 H, Rasulullah bersama sekitar 100.000 umat islam berkumpul di padang Arafah untuk melaksanakan ibadah haji. Kemudian di sebut haji wada’ atau haji perpisahan Karena haji tersebut adalah haji terakhir yang di kerjakan oleh Rasulullah SAW. Pada haji wada’ ini, Rasulullah menyembelih seekor unta sebagai korban yang di bagikan kepada umat islam.





 Khutbah Nabi Pada Haji Wada’
Di Padang Arafah, di hadapkan sekitar 100.000 umat islam yang melaksanakan ibadah haji. Rasulullah menyampaikan khutbah yang intinya berupa pesan – pesan beliau kepada umat islam serta tidak ada yang dapat membedakan manusia kecuali hanya taqwanya.
 Wahyu Terakhir
Pada haji wada’ ini, Allah SWT menurunkan wahyu – Nya yang terakhir kepada Rasulullah, yaitu surat Al – Maidah ayat 3 :



Artinya :” …pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku telah melengkapkan kenikmatan – kenikmatan kepadamu dan telah Aku ridhai islam untuk menjadi agama bagimu ( Al – Maidah )
Dengan turunnya ayat ini, maka wahyu – wahyu Allah yang di turunkan guna menjadi tuntunan hidup manusia telah sempurna. Wahyu yang terhimpun dalam kitab suci Al – Qur’an terdiri dari 30 juz 114 surat dan 6666 ayat.

B. Kisah Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Sekembalinya dari melaksanakan haji wada’, Rasulullah SAW mempersiapkan pasukan yang akan di kirim ke Syria (Syam) guna menjaga keamanan dan keutuhan wilayah dari serangan pasukan kerajaan Romawi timur. Pasukan ini di pimpin oleh Usamah bin Zaid yang berusia 17 tahun.
Ketika mengatur pengiriman pasukan tersebut, Rasul jatuh sakit (demam) sehingga beliau tidak bisa mengimami shalat di masjid dan mewakilkannya kepada Abu Bakar As- Shiddiq.
Setelah sakit beliau bertambah parah, akhirnya pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul awwal yahun 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M dalam usia 63 tahun. Kemudian jenazah beliau di makamkan di kamar beliau di rumah ‘Aisyah.
Ketika itu, umat islam larut dalam kesedihan yang sangat dan tidak percaya atas kematian Nabi Muhammad SAW bahkan Umar bin Khottob mengancam akan membunuh orang yang mengatakan bahwa Nabi telah meninggal. Namun semua itu dapat di atasi oleh Abu Bakar yang berpidato di hadapkan umat islam. Isinya sebagai berikut : “ Wahai manusia ! barang siapa yang memuja Muhammad maka Muhammad telah wafat. Tetapi barang siapa yang menyembah Allah, ketahuilah bahwa Allah hidup selama – lamanya.”
Sewaktu Abu Bakar mendengar kabar kematian Nabi, beliau langsung pergi ke rumah ‘Aisyah untuk melayat jenazah Nabi. Lalu Abu Bakar membuka kain penutup muka beliau lalu di ciuminya seraya berkata: “Alangkah mulianya engkau di kala hidupmu dan alangkah baiknya engkau di kala hatimu gundah. Seandainya engkau tidak melarang aku menangis maka aku akan mencurahkan air mata atas kepergianmu.
Rasulullah meninggalkan wasiat bagi umatnya berupa dua pedoman hidup yaitu, Al – Qur’an dan Al – Hadits.


Selengkapnya......

MAKALAH TARIKH ISLAM TENTANG PERKEMBANGAN EKONOMI SOSIAL PADA MASA DAULAT ABBASIYAH

PERKEMBANGAN EKONOMI SOSIAL PADA MASA DAULAT ABBASIYAH

a. Perdagangan
Perniagaan tetap menjadi perhatian yang besar, baik dari penguasa Umawiyah maupun Abbasiyah lebih menggondol bangsa Arab dalam memegang sentral kekuatan ekonomi negara, termasuk dalam perdagangan.


Sementara pemerintah Abbasiyah lebih egaliter dan equal sifatnya, sehingga golongan muslim manapun bisa ikut andil dalam memegang kendali perdagangan, tanpa mengalami kesulitan dalam hal birokrasi tetapi bagaimanapun satu hal yang patut dibanggakan pada kekuasaan dinasti Abbasiyah Penyebaran yang efektif dari agama Islam bukanlah akibat perlakuan atau espansi militer kewilayahan-kewilayahan tertentu, melainkan melalui kegiatan secara damai oleh pihak-pihak saudagar muslim dan oleh misi-misi golongan sampai di sisi lain. Orang tertarik memeluk agama Islam berkat suri tauladan yang mereka perlihatkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Sumur-sumur dan terminal tempat peristirahatan para kapilah dagang yang Menempuh rute daratan, kian diperbanyak jumlahnya, demikian juga menara-menara pengontrol. Bagi yang menggunakan rute laut penguasa Abbasiyah menambah jumlah armada lautnya. Kecuali untuk pengamanan pelabuhan-pelabuhan dagang juga untuk mengawal dan mengamankan kapal-kapal yang mengarungi lautan dari gangguan para perampok. Perhatian ini sangat memberi pengaruh besar bagi perkembangan perniagaan muslim yang berskala lokal maupun Internasional. Tidak heran jika masyarakat Eropa pada saat itu menjuluki para pedagang muslim dengan “raja-raja dari timur”
Dari Baghdad dan pusat-pusat perdagangan Islam lainnya para pedagang muslim mengirim barang-barang melalui samudera ke timur jauh. Eropa dan Afrika, seperti hasil-hasil industri perhiasan, kaca logam, Mutiara dan rempah-rempah. Mata uang arab (Daulah Abbasiyah) yang beberapa dasa warsa terakhir ini ditemukan para arkeologi di daerah utara sampai Rusia, Finlandia, Jerman dan Swedia, membuktikan bahwa kegiatan kaum muslimin dari zaman ini dan zaman berikutnya meliputi seluruh dunia.

b. Rute Dan Pusat Penting Perdagangan
Luas wilayah kerajaan yang tingginya tingkat peradaban yang dicapai baik dalam bidang industri maupun pertanian memaksa diadakan suatu perdagangan Internasional yang lebih luas. Berikut rute-rute penting yang dilalui para saudagar pada kegiatan niaga pada masa dinasti Abbasiyah.
1. Dari barat ke timur via Mesir, memakai rute ini Kebanyakan para pedagang Yahudi yang menjadi mitra usaha saudagar muslim dan Irak. Di istahan mereka mempunyai perkampungan dagang yang disebut Havi Yahudi (lorong Yahudi)
2. Dari Eropa ke Timur Via Antiokh terus ke Baghdad melalui sungai efrat, kemudian teluk Persi, Yaman, India dan China
3. Dari utara Rusia ke timur melalui laut Kaspia kemudian ke Marx, Balk, Bukhara, Samarkhand, Transoxiana, dan China
4. Jalur darat dari Eropa ke timur dimulai dari Andalusia, melalui Jabal Tarik ke Maroko, Tunisia, Mesir, Damaskus, Irak (Baghdad, Basrah, dan Kuffah) lalu ke Iran, Kirman, India dan berakhir di China. Para saudagar muslim yang berniaga lewat jalur ini sekarang disebut silk road (jalur sutra). Disebut demikian karena salah satu barang dagangan yang diangkut berupa sutra.
5. Jalur laut dan Teluk Persi, Gujarat, Selat Malaka, Jawa, Laut China ke Kanton (China)
Sebuah karya maha penting tentang rute-rute dan pusat perdagangan dan pemerintahan ditulis pada masa ini (abad ke 3 H/ 9 masehi) oleh seorang ahli geografi Abu Al–Qosim bin Khurdadhbeh dari Persia dalam buku yang dinamakannya Al-Musalik wa al Mamalik, berikut pusat-pusat penting perdagangan pada masa dinasti Abbasiyah.
1. Antiokh yang terletak di pesisir timur laut tengah pelabuhan yang diperlebar pada masa khalifah mu’tasim ini merupakan pusat perdagangan Syam yang menjadi transit (perhentian) para saudagar timur dan barat.
2. Pelabuhan Iskandaria dan varma, juga menjadi penghubung antara pedagang yang dagang dari Eropa dan laut merah.
3. Ailot, Qolzam, dan Jeddah, adalah pusat-pusat perdagangan laut merah, Jeddah bahkan setiap tahun menjadi terminal jamaah haji yang datang dari pelosok dunia.
4. Aden pintu gerbang kapal-kapal yang akan memasuki laut merah
5. Basrah pintu gerbang kota Baghdad dan muara sungai Tigris didatangi oleh pedagang dari timur dan barat
6. Baghdad merupakan kota dagang terbesar di Asia, sebagaimana Iskandaria sebagai pusat perdagangan di Afrika, kesemarakan kota ini tidak saja disebabkan kedudukannya sebagai ibu kota daulat Abbasiyah dan pusat pertemuan jalur-jalur niaga dari seluruh penjuru.
7. Damaskus menjadi kota dagang penting karena dilewati oleh kapilah-kapilah jamaah haji yang berangkat dan pulang dari Mekkah.
8. Tushat, kota dagang Mesir di zaman dinasti Fatimah, merupakan kota terbersih dan aman tentram
9. Tes (Maroko) dan lain-lain
Satu kebiasaan bangsa Arab sebelum Islam dan diteruskan kaum muslim, yakni dilangsungkannya pekan-pekan dagang dan bazaar raya pada waktu-waktu tertentu do kota-kota penting perdagangan.

c. Pertanian
Kegiatan perdagangan tidak mungkin mencapai kepesatan yang luar biasa jika tidak ditopang oleh kegiatan pertanian dan Perindustrian yang mapan. Hal ini yang sangat menjadi perhatian para penguasa dinasti Abbasiyah. Pada masa Abbasiyah lah bidang pertanian mengalami perkembangan pesat, karena di samping ibu kota terletak di daerah sangat subur (diapit oleh sungai Efrat dan Tigris), para penguasa memberi kekebasan kepada penduduk setempat untuk mengolah lahan pertanian mereka, tanpa tekanan-tekanan yang bersifat diskriminatif (membeda-bedakan)
Sekolah-sekolah pertanian dibuka untuk menganalisis sifat-sifat tanah dan tanaman yang cocok untuk ditanam di atas jenis tanah dan iklim yang beraneka, sebuah karya penting tentang ilmu pengolahan tanah dan tanaman ditulis di Irak oleh seorang insinyur, Ibn Washiyyah dalam buku yang dinamakan kitab Al-Filalah al Nabatiyyah (291 H/904 M) yang isinya merupakan hasil riset dan perpaduan antara ilmu tradisional dengan ajaran-ajaran yang termaktub dalam filsafat-filsafat kuno. Wilayah Spanyol yang sangat subur tidak disia-siakan kaum muslimin. Gandum merupakan makanan pokok hampir seluruh kaum muslimin saat itu diperkebunan sayur-mayur, tumbuhan polong dan beraneka ragam makanan rambat serta rempah-rempah melimpah ruah. Di wilayah-wilayah selain sayuran, kaum muslimin menanam seluruh jenis buah-buahan yang terdapat di Mediterania, sementara di daerah pinggiran gurun, ditanami pohon kurma yang menjadi makanan pokok penduduk miskin saat itu.
Pertanian merupakan sumber terpenting kerajaan Abbasiyah dan petani merupakan mayoritas penduduk yang mendiami seluruh wilayah kekuasaan di antara mereka yang hanya menjadi buruh tani, praktek pengolahan tanah pertanian tidak jauh berbeda dengan praktek masa khulafaur rasyidin.

d. Industri
Di bidang industri terdapat pemisah antara sektor pemerintah dan swasta, tetapi bagaimana bebasnya pihak swasta bergerak dalam suatu industri kerajinan tangan misalnya ia Tetap di bawah aturan dan pengawasan negara. Hampir seluruh Perindustrian yang berskala besar ditangani oleh negara, seperti pabrik senjata, galangan kapal laut, armada perdagangan pabrik kertas dan pabrik barang-barang lux lainnya. Termasuk brukat emas untuk pakaian para khalifah dan hadiah raja-raja. Demikian juga percetakan mata uang emas dan perak.
Kerajinan tangan yang di tangani oleh pihak swasta sangat banyak dan bervariasi. Secara umum para produsen bertindak pula sebagai penjual barang-barang yang diproduksinya. Bahkan, mereka yang bergerak di bidang tekstil, terhimpun dalam sebuah unit koperasi yang disebut bazzaz (produsen dan penjual kain) yang pekerjanya penenun, pemintal dan binatu, kekuatan mereka yang begitu besar dan sangat dominan, terutama di kota-kota besar, melahirkan kelompok baru dalam masyarakat, aristokrat kaum pedagang.
Beberapa bidang industri dan kerajinan rakyat yang terkenal pada masa ini antara lain.
1. Industri gelas dan tembikar
2. Industri tekstil dan tenun terdapat di Myat, Kabul, Transoxiana, Maroko Andalus, Merx dan Mesir mosul sejak awal terkenal dengan pembuatan permadani yang khas, sedangkan kain kepala dari sutra yang hingga kini dikenal dengan sebutan kufiah, Damaskus terkenal dengan pembuatan kain Dumas yang disulami dengan benang emas dan kain-kain tirai yang dibuat dari pintalan sutra.
3. Kertas telah lama dikenal orang di Cina. Ketika Samarkhand ditaklukkan kaum muslimin (704 M), di kota ini terdapat pabrik kertas tulis yang diproduksinya sangat halus dan bagus, pada akhir ke 8 M. Baghdad telah memiliki pabrik kertas tersendiri. Dari kaum muslimin di Spanyol bangsa Eropa mengenal kertas abad ke 12 dan 13 M.
4. Industri pertimbangan, penggalian perak, kuningan, timah, dan besi terdapat di daerah Afrika dan Andalus.
5. Penggilingan gula tebu menyebar di sebelah barat daya Persia, Basrah, dan Tusthat, begitu juga pengolahan minyak jaitun yang menjadi pelezat makanan terdapat di Andalus Maroko dan Mesir.
6. Selain jenis industri yang tercantum di muka dinasti Abbasiyah menggalakan industri pembuatan lilin, sabun kerajinan kulit, galangan kapal perang dan lain-lain.

e. Penggunaan Mata Uang (Sikka)
Sejak masa Rasulullah, mata uang telah digunakan kaum muslimin sebagai salah satu bentuk pembayaran pajak, tetapi mereka masih menggunakan mata uang romawi dan Persia, dinar dan dirham, Umar bin Khatab ketika menjabat khalifah mulai mencetak uang yang berciri khas Islam tetapi bentuknya masih seperti mata uang Kisra (Persia). Di dalam koin tersebut hanya ditambah lafadz Alhamdulillah, bahkan tercantum namanya sendiri Umar di Mekkah. Abdullah bin Zubair mencetak uang sendiri uang dirham bulat dengan lafadz Abdullah Muhammad Rasulullah dan Amarallah biladli wal wafa.
Barulah pada masa dinasti Abbasiyah tepat pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-96) dicetak pada masa daulat Islam. Mata uang dicetak dengan bahan perak (disebut dirham) dan bahan emas (dinar) bertuliskan la ilaha illahau wahdah la syarikalah, atau surat al-ikhlas dan ayat-ayat tertentu dari al-Qur'an. Di sisi lain tertulis tempat dan tahun percetakan.
Mata uang Islam segera disebarkan ke wilayah–wilayah Islam diberbagai pelosok. Sejak itu mata uang Persia atau romawi tidak lagi dipergunakan, khalifah Abdul Malik sangat ketat dalam penggunaan mata uang, ia mengancam dengan hukuman mati bagi seseorang muslim yang tidak menggunakan mata uang Islam sebagai sarana jual beli

f. Kehidupan Sosial
Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim Administrasi dari tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan agama Islam, Kristen, dan Majusi.
Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan seseorang seperti menurut jarzid Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan panglima). Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya. Dan pra petugas khusus, tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar dan penguasa buruh dan petani.
KESIMPULAN

1. Untuk memajukan usaha perdagangan nasional maupun Internasional, para khalifah Menempuh beberapa usaha antara lain: memperbanyak jumlah sumur-sumur dan tempat peristirahatan para khalifah dagang yang Menempuh rute daratan dan kemudian mendirikan menara-menara, pengontrol armada laut dan membentuk pasukan pengamanan untuk kebutuhan perdagangan jalur laut.
2. Para saudagar, terutama yang berniaga melalui jalur darat dan Asia barat dan tengah hingga ke daratan Cina dan India sangat besar jasanya dalam menyebarkan agama Islam di wilayah-wilayah yang dikunjunginya.
3. Kepemilikan tanah pada masa Abbasiyah umumnya terbagi ke dalam tanah milik kaum muslim tanah wakaf beberapa model praktek pengolahan tanah antara lain muzara’ah dan mugharasah.
4. Perindustrian terbagi ke dalam sektor industri yang ditangani dan yang oleh pihak negara dan pihak swasta
5. Pendapatan kas negara bersumber antara lain dari zakat jizyah, gharimah usy’r kharaj dan pajak perdagangan. Pendapatan antara lain dibelanjakan untuk haji pegawai negara, tentara, pembangunan pertanian dan industri perlengkapan senjata perang, ongkos para tahanan, dan hadiah-hadiah bagi orang yang dikehendaki para khalifah.
6. Pada masa dinasti Abbasiyah, suasana kehidupan bermasyarakat lebih berdasarkan persamaan

Selengkapnya......
Photobucket
Photobucket

  © Modify template 'Special' by Shidiq Grafika 2008

Jump to TOP